Kekerasan Dalam Balutan Hukum
Indonesia adalah sebuah negara hukum. Semua warga sudah sepakat dengan pernyataan ini. Sebuah kesepakatan yang telah dituangkan dalam berbagai macam produk perundang-undangan. Entah sudah berapa UU, PP, Perda yang muncul dari keinginan warga bangsa ini mewujudkan sebuah negara hukum. Semua produk hukum mempunyai satu tujuan universal yaitu memberikan arah kehidupan warganya untuk mencapai ketertiban, keamanan, dan tidak lupa adalah keadilan. Keadilan sesuai dengan porsi yang melekat pada warga negara.
Pengakuan atas hak dan kewajiban warga negara akhir-akhir ini seakan makin jauh dari kondisi ideal. Warga negara dalam hal ini masyarakat sipil semakin cenderung kurang terlindungi dalam mendapatkan haknya, walaupun sudah melaksanakan sebagian kewajibannya. Sebaliknya alat negara yang seharusnya meberikan pelayanan atas hak-hak masyarakat belum dapat menjalankan perannya.
Kasus yang paling baru terjadi di Mesuji dan Bima. Dua kejadian yang makin mengukuhkan hipotesa tersebut. Tindakan represif yang diperbolehkan oleh peraturan (dengan dasar PROTAP) dari sisi hukum memang sangat dimungkinkan. Namun pengambilan keputusan tanpa analisa yang kuat bisa menyebabkan hasil yang jauh melenceng dari perencanaannya. Pengambil keputusan di lapangan harus cerdas dan antisipatif terhadap semua hal. Yang menjadi pertanyaan saya adalah: "Bagaimana kinerja intelegen?". Sesuatu pasti dapat dicegah sebelum menjadi besar apabila bibit/benih/sumber nya diantisipasi at5au dalam bahasa kasarnya dimatikan terlebih dahulu. Dimatikan bukan dalam arti dieksekusi seperti jaman ORBA, namun dimatikan potensinya. Kekerasan yang dilakukan alat negara sangat bertentangan dengan konsep negara hukum. Walaupun dengan dalih penegakan hukum, namun penggunaan kekerasan harus dihindari.

Comments
Post a Comment